Minggu, 25 Desember 2011

MAKNA SIMBOL-SIMBOL AGAMA

PENDAHULUAN

Orang-orang bijaksana telah memberikan pelajaran pada dunia dlam berbagai bentuk yang sesuai dengan evolusi manusia pada waktu-waktu tertentu. Bentuk pengajaran yang pertama yang paling orisinil adalah dengan memakai symbol atau perlambangan, suatu isyarat. Semua agama-agama didunia, baik agama Hindu, Kristen, Buddha, Yahudiuk, Dan Islam ini mempunyai perlambangan Yang mengekspresikan esensi kebenaran yangtersembunyi dibalik agama

Orang-arang dapat berkatantanpa melebih-lebihkan bahwasimbolohi selalu dipergunakan untuk menjaga kebijaksanaan masa lampau agar tetap utuh sepanjang masa. Sekarang ini simbologi dapat membuktikan perkataan nabisulaiman: “Tidak ada sesuatu yang baru dibawah matahari.” Ada banyak pemikiran yang berhubungan dengan umat manusia, dengan kehidupan yang alami berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifatnya, berhubungan dengan jalan menuju tujuan, yang diekspresikan lewat isyarat. Di artkel ini kami akan sedikit menjulaskan makna symbol yang terkandung dalam agama Hindu, Kristen, Buddha, Yahudi Dan Islam

PEMBAHASAN

A. Lambang Agama Hindu

Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu dan, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu. Diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara Skandinavia Hingga jerman.

Hindu mengambil symbol swastika untuk menunjukkan identitas Arya. Makna symbol swastika adalah catur dharma, yaitu empat macam tugas yang patut kita dharma baktukan baik untuk diri sendiri maupun untuk umum (selamat, bahagia, sejahtera),yaitu;

1. Dharma kriya= Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab.

2. . Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab

3. Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum

4. Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.

Makna yang lebih dalam yaitu empat tujuan hidup yaitu catur purasharta atau catur warga, yaitu;

1. Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat

2. Artha = Harta benda / Materi

3. Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu

4. Moksa = Kebebasan yang abadi

Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan)[1].

B. Simbol Agama Krisen.

1. Salib

Simbol salib mempunyai banyak pengertian. Dikatakan dalam injil: pertama adalah kata, kemudian dating cahaya, dn kemudian terciptalah dunia Dan seperti cahaya diekspresikan dalam bentuk salib, demikian pula tiap bentuk diperlihatkan didalamnya tanda-tanda keasliannya. Setiap seniman mengetahui nilai dari garis tegak san garis datar, yang merupakan kerangka dari setiap bentuk. Ini juga membuktikan ajaran Al-Qur’an, yang didalamnya disebutkan bahwa tuhan menciptakan dunia bengan cahaya-Nya sendiri. Salib adalah gambar yang tepat untuk setiap bentuk dimana saja.

Secara moralitas salib berarti derita ataupun siksa. Itu berarti bahwa dalam setiapkegiatan kehidupan, yang bisa digambarkan sebagai garis tegak, kemudian datanglah gangguan yang diwakili garis datar. Ini menujukkan sifat alamiah kehidupan, yaitu seperti yang dikatakan manusia yang mengusahakan, Tuhan yang menentukan.

Simbol salib hubunngannya dengan kehidupan Kristus tidak hanya dihubungkan penyaliban sang master, tetapi juga menujjukkan bahwa penyaliiban itu harus dihadapi oleh seseorang yang memiliki kebenaran. Menurut gagasan filsafat hindu, bahwa kehidupan di dunia ini adalah ilusi, dan oleh karena itu setiap peristiwa yang dialami adalah sebuah ilusi. Kata sang sekerta ilusi itu adalah Maya, juga disebut Mithea. Ketika jiwa melihat kebenaran, maka bisa dikatakan sebagai terlahir kembali.

Bagi seorang sepiritual salib adalah lambing alami untuk menjelaskan keadaan moralnya. Akan tetapi lebih tinggi lagi apabila dipahami oleh ahli mistik , pengertian ini adalah yang disebut pengingkaran diri; untuk mengajarkn kehalusan moral ini, kerendahan hati dan kesederhanaan diajarkan sebagai pelajaran pertama.Pengingkaran diri adala akibat yang disebabkan oleh peniadaan diri. Inilah yang menyebabkan orang berkata: “Bukan aku, tetapi Engkau-lahKeagunngan itu. Contoh, seorang seniman memandang pada lukisannya dan berkata; “Ini adalah pekerjaan-Na, bukan pekerjaan saya.” Maka jiwantersebut dalam satu cara bisa disebut salib, melalui penyaliban itu, datanglah kebangkitan kembali. Tidak ada keraguan sedikitpun ketika mendapat banyak pnderitaan dalm hidupnya. Tapi tidaklah berarti bahwa penderitaan harus menjadi stu-satunya cara. Kesiapan pada sisi manusia untuk menolak bagian kesadarannya dan untuk meniadakan kepribadiannya sendiri, yang membuka selubung yang menyembunyikan Ruh tuhan dari pandangan manusia[2].

2. Simbol Merpatiih

Burung mewakili musyafir lagit, dan juga sekaligus mewakili makhluk yang aslinya di bumi dan bisa tinggal di angkasa. Penjelasan pertama tentang burung mewakili gagasan tentang jiwa yang tempat tinggalnya di surga, dan berikutnya mewakili penghuni bumi yang bisa jlan-jalan dilingkungan yang lebih tinggi, dan kedua penjelassan ini memberikan petunjuk berupa gagsan bahwa manusia spiritua, tinggal dibumi bersal dari surga; Hal ini menerangkan juga bahwa manusia spiritual adalah penghuni surga dan bertempat tinggal di bumi untuk sementara waktu.[3]

C. Simbol Agama Buddha


1. Bunga

Bunga merupakan salahsatu simbo dari agama Buddha. Bunga merupakan sesuatu yang indah untuk di dekorasi. Akan tetapi bunga dalam vihara melambangkan ajaran yang tidak kekal. Sang Buddha mengajarkan bahwa semua benda yang ada di dunia ini mengalami perubahan yang tetap, tidak ada yang kekal. Bunga kelihatan indah di pagi hari tetapi layu pada siang hari. Demikian pula kehidupan di dunia ini seperti yang terlihat pada bunga. Bunga mengingatkan kita pada segala hal dan kehidupan. Kita dihadapkan pada kenyataan dari usia tua, sakit, mati tanpa memandang keinginan kita mau ataupun tidak, ini adalah salah satu renungan dari persembahan.

Bunga ini adalah bentuk dari kejujuran, keagungan dalam warna, pandangan yang indah.
Namun semuanya akan berakhir, bentuknya akan layu, warnanya akan memudar, wanginya akan hilang. Ini menunjukkan semua kondisi suatu subjek dapat berubah dan menderita serta tidak nyata. Menyadari hal ini mungkin kita akan mencapai Nibbana, kedamaian sempurna yang abadi.

2. Dupa

Dupa merupakan symbol yang menandai semangat kesucian dan persembahan diri. Dupa memiliki potensi untuk menghasilkan keharuman hanya ketika di bakar dupa menyebarkan bau wanginya. Ketika seseorang membakar dupa, akan terpikir bahwa seperti dupa yang terbakar ini, merupakan kesenangan menyebarkan bau wangi. Saya mempersembahkan tubuh saya untuk tujuan yang tertinggi, lebih dari diri saya sendiri. Seseorang yang selalu punya keinginan untuk pergi lebih dari setengah jalan untuk membantu orang lain, yang bersahabat dan ramah tamah, orang seperti ini selalu disukai dan dupa menyebarkan keharuman.

Dupa mempunyai warna-warna dan keharuman yang berbeda. Beberapa jenis dupa berbentuk bubuk halus, yang lainnya berbentuk batangan atau bentuk kue dengan bau yang berbeda. Juga dalam macam-macam warna ungu, hitam, kuning, hijau dan coklat. Tetapi tanpa memandang bau atau warna. Asap. Ini lambang dari individu yang mementingkan diri sendiri atau ego untuk bersatu dengan semua yang lainnya, untuk menyatu dengan kehidupan. Dupa digunakan dalam pengertian yang sama dengan persembahan bunga. Dipersembahkan untuk mengenang Sang Buddha. Ini adalah bentuk lain dari meditasi.


3. Dhammacakka

Salah satu lambang yang sangat terkenal dalam agama Buddha adalah roda Dhamma. Ketika Sang Buddha menyebarkan khotbah pertamanya Beliau menamakan "Perputaran Roda Kebenaran". Ini menjadi tema yang paling disukai dalam seni agama Buddha , pengarang, perancang, dan dekorasi vihara. Perputaran roda berarti mengajarkan ajaran atau hukum. Ungkapan roda adalah untuk peraturan tentang kelakuan yang baik , yang disebut Jalan Utama Beruas Delapan. Persamaan mereka menandakan keadilan yang abadi. Lingkaran adalah meliputi seluruh kasih sayang dan kebijaksanaan. Gandar adalah batang kebenaran, pada saat roda berputar. Pusatnya mewakili keutuhan kehidupan.

4 .Vajra

Vajra = tidak terhancurkan merupakan lambang penundukan atas rintangan karma buruk. Biasanya beruji 3 atau 5. Dapat dilihat pada picture dari tangan kanan Vajrasattva yang menggenggam vajra. Dalam Tantra biasanya beliau divisualisasikan dengan memakai Mahkota Panca Dhyani Buddha, dengan mata biru, alis bagaikan bulan, telinga yang panjang, memakai busana surgawi dan perhiasan yang dipersembahkan padanya, tubuh bewarna putih transparan memancarkan cahaya, bagian dada ada mantra sataksara yang berputar, tangan kanan di depan dada yang memegang vajra, tangan kiri memegang gantha (bel) menempel pada paha kiri dengan sikap padmasana sempurna di tas teratai putih berkelopak 8[4].

D. Simbul agama Yahudi

Bintang David

Bintang David . Ini simbol legendaris kaum Yahudi. (Tetapi sebenarnya, simbol seperti itu tidak tepat disebut “Bintang David” atau “Bintang Dawud”, sebab Nabi Dawud As itu Nabi ajaran Tauhid, bukan sosok pembela ajaran-ajaran Yahudi seperti selama ini. Ini hanyalah kepalsuan klaim orang Yahudi saja). Dari informasi yang beredar selama ini, ada penafsiran sebagai berikut: Lambang segitiga yang ujungnya menghadap ke bawah, itu menggambarkan Piramida Mesir sedangkan gambar segitiga yang ujungnya ke atas, itu menggambarkan Bukti zion di Israel. Intinya, lambang itu mencerminkan kehancuran peradaban Mesir Fir’aun dan bangkitnya peradaban Zionisme (Yudaisme).

Ternyata, lambang “Bintang Yahudi” itu bermakna, bahwa kaum Yahudi modern siap menggantikan peradaban Mesir kuno yang telah runtuh. Jadi hadirnya peradaban Bukit Zion bukanlah untuk menghancurkan peradaban Piramida Mesir, tetapi untuk menggantikannyaCara pemaknaannya sebagai berikut:

[=] Bahwa kedua peradaban, Bukit Zion dan Piramida Mesir, itu sama-sama PERADABAN PAGANISME yang memiliki missi besar untuk melawan Allah Ta’ala. Anda masih ingat bagaimana keangkuhan Fir’aun kepada Allah? Nah, keangkuhan sejenis itu pula yang ada pada diri kaum Yahudi. Kedua peradaban sama-sama merupakan peraaban musyrik dan melawan Allah Ta’ala.

[=] Gambar kedua segitiga itu sama persis, sama dan sebentuk. Hanya arahnya yang berbeda. Itu artinya, inti ajaran yang dipeluk kaum Yahudi modern sama persis dengan ajaran Mesir kuno. Hanya sifat peranannya berbeda. Peradaban Mesir kuno sudah runtuh, dan kini diganti peradaban Zionisme modern.

[=] Banyak sekali warisan simbol, pengetahuan, spiritualisme, yang diadopsi kaum Yahudi dari peradaban Mesir. Hal ini sudah dikenal luas oleh para peneliti. Seperti contoh, simbol “Sun God” (Dewa Matahari) seperti yang terlihat pada logo kartu prabayar Mentari. Itu diadopsi dari khazanah ritual Mesir kuno.

[=] Dulu Mesir menguasai dunia dengan simbolisasi Piramida Mesir-nya. Maka kini Yahudi menguasai dunia, dengan simbolisasi Bukit Zion-nya. Sama saja, tidak ada bedanya.

Jadi, hubungan Yahudi modern dengan Mesir bukanlah hubungan anta gonis, seperti yang disangka banyak orang. Tidak sama sekali. Hubungan keduanya, adalah hubungan saling mewarisi, saling menggantikan peranan mereka dalam menguasai dunia.

Harus diingat dengan sangat jelas. Kaum Yahudi modern bukanlah pengikut Musa As. Kalau mereka ikut Musa, tentu mereka akan menerima konsep Islam dan menjadi Muslim. Yahudi modern adalah pengikut akidah Samiri, sang pembuat patung “sapi betina”. Sedangkan sapi betina sebagai sesembahan itu diwariskan dari khazanah spiritualisme bangsa musyrik Mesir kuno. Maka itu, bukan suatu hal yang kebetulan ketika Mesir menjadi negara Muslim pertama yang mengakui eksistensi negara Israel.

E. Simbol Agama Islam

Bulan bintang

Bulan sabit dan bintang adalah simbol yang diakui secara internasional sebagai simbol agama Islam. Simbol ini muncul di bendera beberapa negara Muslim, dan bahkan bagian dari lambang resmi International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. Bila umat Kristen punya Salib, umat Yahudi punya Bintang Daud, dan umat Muslim mempunyai bulan sabit. Apa sejarah dibalik simbol bulan sabit? Apa arti dari simbol tersebut? Bagaimana dan kapan bulan bintang mulai dikaitkan dengan agama Islam? Apakah simbol ini resmi untuk agama Islam?

Bulan sabit dan bintang sebenarnya telah muncul ribuan tahun sebelum Islam. Informasi mengenai asal muasal simbol ini sangat sulit dijabarkan, tapi kebanyakan sumber setuju bahwa simbol kuno ini digunakan oleh orang-orang di Asia Tengah dan Siberia dalam penyembahan matahari, bulan, dan dewa langit. Ada juga laporan mengenai penggunaan bulan sabit dan bintang yang melambangkan dewi Tanit dari Kartago atau Dewi Diyana dari Yunani.

Hingga masa Kekaisaran Ottoman, bulan sabit dan bintang mulai dikaitkan dengan dunia Muslim. Ketika bangsa Turk menguasai Konstantinopel (Istanbul) tahun 1453, mereka mengadopsi bendera dan simbol kota. Legenda mengatakan bahwa pendiri Kekaisaran Ottoman, Osman, mengalami mimpi dimana bulan sabit membentang dari satu ujung Bumi ke ujung lainnya. Menganggapnya sebagai pertanda baik, ia memilih untuk membiarkan sabit ini dan menjadikannya simbol dinasti Ottoman. Terdapat spekulasi bahwa lima ujung pada bintang melambangkan lima rukun Islam, tapi hal ini murni dugaan. Lima ujung ini bukanlah standar bendera Ottoman, dan masih bukan standar pada bendera yang digunakan di dunia Muslim hari ini.

Berdasarkan sejarah ini, banyak Muslim yang menolak menggunakan bulan sabit sebagai simbol Islam. Agama Islam secara sejarah tidak mempunyai simbol, dan banyak yang menolak menerima apa yang awalnya merupakan ikon pagan kuno. Dan simbol ini tidak digunakan secara seragam diantara umat Muslim[5].

Sedang menurut gerakan sufi bulan sabit melambangkan kepekaan. Bulan sabit adalah hati yang mau merespon ruh dari Tuhan, itu adalah awal kebangkitan. Bulan sabit melambangkan kepekaan karena ia berkembang semakin penuh. Bintang didalam hati bulan sabit tersebut melambangkan percikan ketuhanan yang terpantulkan dalam hati manusia sebagai cinta, dan membantu bulan sabit menuju purnama.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

A. Agama Hindu

· Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu.

· Hindu mengambil symbol swastika untuk menunjukkan identitas Arya. Makna symbol swastika adalah catur dharma, yaitu empat macam tugas yang patut kita dharma baktukan baik untuk diri sendiri maupun untuk umum (selamat, bahagia, sejahtera)

B. Agama Kristen

· Secara moralitas salib berarti derita ataupun siksa. Itu berarti bahwa dalam setiapkegiatan kehidupan, yang bisa digambarkan sebagai garis tegak, kemudian datanglah gangguan yang diwakili garis datar. Ini menujukkan sifat alamiah kehidupan, yaitu seperti yang dikatakan manusia yang mengusahakan, Tuhan yang menentukan.

· Simbol salib hubunngannya dengan kehidupan Kristus tidak hanya dihubungkan penyaliban sang master, tetapi juga menujjukkan bahwa penyaliiban itu harus dihadapi oleh seseorang yang memiliki kebenaran.

· Burung mewakili musyafir lagit, dan juga sekaligus mewakili makhluk yang aslinya di bumi dan bisa tinggal di angkasa.

C. Agama Buddha

· Bunga merupakan salahsatu simbo dari agama Buddha.

· Bunga ini adalah bentuk dari kejujuran, keagungan dalam warna, pandangan yang indah. Namun semuanya akan berakhir, bentuknya akan layu, warnanya akan memudar, wanginya akan hilang. Ini menunjukkan semua kondisi suatu subjek dapat berubah dan menderita serta tidak nyata. Menyadari hal ini mungkin kita akan mencapai Nibbana, kedamaian sempurna yang abadi.

· Dupa merupakan symbol yang menandai semangat kesucian dan persembahan diri.

· Dupa mempunyai warna-warna dan keharuman yang berbeda. Beberapa jenis dupa berbentuk bubuk halus, yang lainnya berbentuk batangan atau bentuk kue dengan bau yang berbeda. Juga dalam macam-macam warna ungu, hitam, kuning, hijau dan coklat. Tetapi tanpa memandang bau atau warna. Asap. Ini lambang dari individu yang mementingkan diri sendiri atau ego untuk bersatu dengan semua yang lainnya, untuk menyatu dengan kehidupan. Dupa digunakan dalam pengertian yang sama dengan persembahan bunga. Dipersembahkan untuk mengenang Sang Buddha. Ini adalah bentuk lain dari meditasi.

· Salah satu lambang yang sangat terkenal dalam agama Buddha adalah roda Dhamma.

· Perputaran roda berarti mengajarkan ajaran atau hukum. Ungkapan roda adalah untuk peraturan tentang kelakuan yang baik , yang disebut Jalan Utama Beruas Delapan. Persamaan mereka menandakan keadilan yang abadi. Lingkaran adalah meliputi seluruh kasih sayang dan kebijaksanaan. Gandar adalah batang kebenaran, pada saat roda berputar. Pusatnya mewakili keutuhan kehidupan

D. Agama Yahudi

· Bintang david merupakan symbol legendaries dari Agama Yahudi.

· lambang “Bintang Yahudi” itu bermakna, bahwa kaum Yahudi modern siap menggantikan peradaban Mesir kuno yang telah runtuh. Jadi hadirnya peradaban Bukit Zion bukanlah untuk menghancurkan peradaban Piramida Mesir, tetapi untuk menggantikannya.

· . Kaum Yahudi modern bukanlah pengikut Musa As. Kalau mereka ikut Musa, tentu mereka akan menerima konsep Islam dan menjadi Muslim. Yahudi modern adalah pengikut akidah Samiri, sang pembuat patung “sapi betina”. Sedangkan sapi betina sebagai sesembahan itu diwariskan dari khazanah spiritualisme bangsa musyrik Mesir kuno.

E. Agama Islam

· Bulan sabit dan bintang adalah simbol yang diakui secara internasional sebagai simbol agama Islam. Simbol ini muncul di bendera beberapa negara Muslim, dan bahkan bagian dari lambang resmi International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.

· Bulan sabit dan bintang sebenarnya telah muncul ribuan tahun sebelum Islam. Informasi mengenai asal muasal simbol ini sangat sulit dijabarkan, tapi kebanyakan sumber setuju bahwa simbol kuno ini digunakan oleh orang-orang di Asia Tengah dan Siberia dalam penyembahan matahari, bulan, dan dewa langit. Ada juga laporan mengenai penggunaan bulan sabit dan bintang yang melambangkan dewi Tanit dari Kartago atau Dewi Diyana dari Yunani.

· Berdasarkan sejarah ini, banyak Muslim yang menolak menggunakan bulan sabit sebagai simbol Islam. Agama Islam secara sejarah tidak mempunyai simbol, dan banyak yang menolak menerima apa yang awalnya merupakan ikon pagan kuno. Dan simbol ini tidak digunakan secara seragam diantara umat Muslim.

· Sedang menurut gerakan sufi bulan sabit melambangkan kepekaan. Bulan sabit adalah hati yang mau merespon ruh dari Tuhan, itu adalah awal kebangkitan. Bulan sabit melambangkan kepekaan karena ia berkembang semakin penuh. Bintang didalam hati bulan sabit tersebut melambangkan percikan ketuhanan yang terpantulkan dalam hati manusia sebagai cinta, dan membantu bulan sabit menuju purnama.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.indoforum.org/t36324/ hindu

HAZRAT INAYAT KHAN, Kesatuan Ideal Agama-Agama, PUTRA LANGIT, Yogyakarta, 2003

http://tamandharma.com/forum/index.php?topic=11073.0 buddha

http://farrasoct.wordpress.com/2009/05/09/sejarah-simbol-bulan-sabit-bintang/



[1] http://www.indoforum.org/t36324/ hindu

[2] HAZRAT INAYAT KHAN, Kesatuan Ideal Agama-Agama, PUTRA LANGIT, Yogyakarta, 2003, hlm. 293, 294, 295

[3] HAZRAT INAYAT KHAN, Kesatuan Ideal Agama-Agama, PUTRA LANGIT, Yogyakarta, 2003, hlm. 296

[5] http://farrasoct.wordpress.com/2009/05/09/sejarah-simbol-bulan-sabit-bintang/

Rabu, 07 Desember 2011

FAKTA SOSIAL KAITANNYA DENGA TEORI DURKHEIM TENTANG AGAMA


A.    Definisi Fakta Sosial.
Adalah setiap cara bertindak yang umumnya terdapat dalam suatu masyarakat tertentu yang yang memiliki eksistensinya sendiri terlepas dari manifestasi individu. Keharusan dalam mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai seorang anggota masyarakat merupakan suatu hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Berbagai tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang dipedomani oleh norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain tersebut dinamakan fakta social.
Fakta social yang dimaksud di atas merupakan salah atu konsep dari sosiologi; konsep dasar yang berhubungan dengan keberadaan individu di masyarakat. Memahami fakta social dapat membantu memberikan penjelasan mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma social bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan.
Istilah fakta social pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli sosiologi Perancis, Emile Durkheim[1]. Menurutnya,fakta social adalah suatu cara bertindak yang tetap atau sementara, yang memiliki kendala dari luar; atau suatu cara bertindak yang umum dalam suatu masyarakat yang terwujud dengan sendirinya sehingga bebas dari manifestasi individual. Dengan demikian, menurut Durkheim, sosiologi merupakan ilmu yang melakukan kajian-kajian tentang fakta-fakta social. Berdasarkan anggapan Durkheim itu, fakta social memiliki empat ciri atau karakteristik yang membedakan dari yang bukan fakta social, yaitu:
a.       suatu wujud di luar individu;
b.       melakukan hambatan atau membuat kendala terhadap individu;
c.       bersifat luas atau umum;
d.      bebas dari manifestasi atau melampaui manisfestasi individu;
Fakta social dijabarkan dalam beberapa gejala social yang abstrak, misalnya hokum, adat kebiasan, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak Nampak. Yang dominan dalam hal ini adalah masyarakat.
Fakta social berangkat dari asumsi umum bahwa gejala social itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya. Lebih lagi, karena gejala social merupakan fakta riil, maka gejala-gejala itu dapat dipelajari dengan metode empiris, yang memungkinkan satu ilmu tentang masyarakat dapat dikembangkan.
Sebagai suatu gejala social, fakta social berbeda dengan gejala individual. Sebagai gejala social, ia mempunyai tiga karakteristik utama:
Pertama, fakta social bersifat eksternal terhadap individu. Artinya, fakta social merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu.
Kedua, fakta social itu memaksa individu. Seorang individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dipengaruhi oleh pelbagai fakta social dalam lingkungan masyarakat. Artinya, fakta social mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta social.
Ketiga, fakta social itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Artinya, fakta social itu milik bersama, milik semua individu yang ada di masyarakat tersebut. Fakta social benar-benar bersifat kolektif sehingga pengaruhnya pada individu itu juga merupakan hassil dari kolektifnya ini
Selanjutnya fakta social dinyatakan sebagai sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide; sesuatu yang menjadi obyek penelitian seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak bisa dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Untuk memahaminya diperlukan penyusun data real di luar pemikiran manusia. Arti penting pernyataan Durkheim tadi terletak pada usahanya untuk menerangkan bahwa kata sosial tidak dapat dipelajari melalui instrospeksi. Ia selanjutnya mendefinisikan fakta sosial sebagai cara-cara bertindak, berfikir, dan merasa yang berada di luar individu dan dimuati dengan sebuah kekuatan memaksa yang mengontrol individu. Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari sesuatu yang lainnya.
B.     Teori fakta sosial Durkheim tentang agama.
Teori Durkheim mengenai agama pada umumnya dijelaskan secara rinci dalam bukunya The Elementary Form of Religious Life dan division of Labour. Menurutnya bahwa masyarakat manusia secara progresif telah berubah dari corak sederhana yang mirip kehidupan di perkemahan, dimana tidak ada sama sekali diferensiasi peranan selain daripada diferensiasi berdasarkan umur dan jenis kelamin, sampai corak yang sangat rumit di mana sangat banyak dan beragam tugas khusus dilaksanakan oleh berbagai macam anggota masyarakat.
Sebagaimana para evolusionis sebelumnya, dia berusaha mencari asal usul agama dengan menganalisis agama pada masyarakat yang diduga paling primitive, dengan kenyakinan bahwa perubahan-berubahan beruntun dalm bentuk tidak akan mengubah hakikatnya secara radikal. Dia juga berkenyakinan bahwa peningkatan pada beberapa masyarakat yang dikenal dari tingkatan sederhana sampai tingkatan rumit merupakan proses evolusi sosial, dan dia yakin juga bahwa agama bisa dikaji dengan cara baru oleh para ahli sosiologi, sebagai fakta sosial.
Dalam membahas teori Durkheim, sebaiknya kita ingat bahwa merupakan kebenaran bagi sosiologinya bahwa aturan-aturan dan nilai-nilai dalam masyarakat benar-benar ada yang bagi para anggotanyamerupakan suatu yang ada dikuar jangkauan mereka. Setiap anggota masyarakat menganggap aturan-aturan dan nilai-nilai itu memiliki keberadaan yang tidak terikat ruang waktu dan memiliki kekuatan untuk mempertahankan dan meningkatkannya. Namun agama merupakan pengakuan atas keter gantungan pada kekuatan tertinggi, pengakuan yang diwujukan dalam bentuk peribadatan yang memungkinkan pelakunya untuk menempatkan dirinya dalam hubungan yang benar dengan kekuatan ini untuk mendapatkan berbagai kenikmatan dan menghindari bahaya darikekuatan tersebut. Hal-hal sacral dalam agama sebenarnya merupakan lambang-lambng masyarakat yang mengamalkan agama itu.
Durkheim mengembangkan argument yang menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki teknologi primitif menghabiskan sebagian waktu mereka hidup berpencar-pencar dalam bentuk kelompok kecil dalam wilayah yang luass. Karena adnya kesempatan yang sedikit untuk bertemu maka menimbulkan rasa kebersamaan yang begitu kuat dan berubah menjadi suatu  peribadatan dan benda-benda apapun yang menjadi inti peribadatan dalam pikiran pelakunya diberi kekuatan sacral, sehingga menimbulkan berbagai perasaan kekhitmatan keagamaan ketika menghadapi kekuatan misterius.[2]
Salah satu analisis sosiologis yang dipahami Emile Durkheim tentang peranan social agama dengan jalan mempelajari bentuk-bentuknya yang paling sederhana  yaitu menganalisis ritual-ritual keagamaan totemic arunta. Durkheim mencatat bahwa di kalangan orang-orang arunta, ritual agama adalah bagian terpenting daripada kehidupan social. Fakta bahwa orang-orang arunta menyembah kekuasaan-kekuasaan supernatural bukanlah merupakan apa yang paling mengenai kegiatan mereka. Apakah mereka tahu apa tidak? Mereka sesungguhnya sedang menyembah kekuasaan masyarakat mereka sendiri, kekuasaan masyarakat atas setiap individu. Ritual keagamaan mereka mendemonstrasikan dan menyimbolkan perlunya individu-individu menyerahkan diri mereka kepada kehendak kelompok. Durkheim berpendapat bahwa hal itu dilakukan setiap agama bukan hanya oleh kelompok arunta saja. Ia menyimpulkan bahwa komponen ritualistic agamalah yang paling penting karena mampu mengikat kesatuan komunitas beragama.[3]
Pemikiran Durkheim tentang sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fakta sosial atau mempelajari masyarakat secara luas yang termasuk dalam kajian sosiologi makro. Sedangkan masyarakat menurut Durkheim adalah keseluruhan dari pola interaksi yang sangat kompleks sifatnya. Durkheim dalam sepanjang hidupnya memberikan perhatiannya terhadap solidaritas dan integrasi. Perhatian yang besar terhadapnya muncul dari kesadarannya bahwa berkurangnya pengaruh agama tradisional yang merusakkan dukungan tradisional yang utama untuk standar moral bersama yang membantu mempersatukan masyarakat di masa lampau. Solidaritas dan integarasi merupakan permasalahan substansif dalam teori-teori Durkheim. Masalah yang utama bagi Durkheim adalah masalah sentral dalam analisa sosiologi yang menjelaskan tentang keteraturan sosial yang mendasar dan berhubungan dengan proses-proses sosial yang meningkatkan integrasi dan solidaritas. Dan juga merupakan masalah pokok dalam prespektif fungsional sekarang ini. Fungsionalisme juga menekankan integrasi dan solidaritas serta pentingnya memisahkan analisa tentang tujuan dan motivasi yang sadar dari individu.
Fakta sosial, menurut Durkheim, terdiri dari dua macam:
1.      bentuk materiel; yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang terbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world). Contohnya, arsitektur dan norma hukum.
2.      Bentuk nonmaterial; yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya, egoism, altruisme, dan opini.
Adapun menurut tipenya, fakta sosial – yang menjadi pusat perhatian sosiologi – terdiri dari struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial adalah jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir, sehingga dapat dibedakan posisi-posisi sosial dari individu dan sub kelompok. Sedangkan pranata sosial adalah antar hubungan norma-norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia – yang dalam bahasa Inggris disebut institution – seperti keluarga, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, dan ilmu pengetahuan.[4]

Durkhem membicarakasn wilayah kajian yang sesungguhnya dari sosiologi  yaitu fakta social, sesuatu yang umum yang mencakup keseluruhan masyarakat dan berdiri sendiri serta terpisah dari manivestasi  individu. Contoh fakta social adalah hokum, moral, keyakinan, kebiasaan, dan mode. Terakhir, Durkheim menggunakan istilah institusi dengan arti yang sama tentang bagimana fakta social, yang berarti keyakinan dan aturan prilaku yang dilembagakan oleh masyarakat.
            Dalam The Rules Of  Sociological Method, ketika mendiskusikan fakta social, ia melihat fungsi sebagai kebutuhan umum dari organism social, penjelasan mengenai fakta social lebih mengarah pada sebab-sebab sosial  yang  non social. Pembahasan Durkheim tentang hukuman memberikan contoh yang bagus akan kekuatan dan kelemahan analisis fungsional. Hukuman dianggap reaksi social atas kejahatan yang tidak hanya memberikan fungsi untuk menanggulangi kejahatan tetapi juga untuk mempertahankan sentiment-sentimen kelompok, sehubungan dengan penolakan masyaarakat atas kejahatan. Sumbangan terpenting atas fungsionalisme adalah salah satu karyanya, The Elementary Forms Of  The Religious Life. Ia mengemukakan bahwa agama pada suku yang sangat primitive merupakan suatu kekuatan integrasi  yang sangat kuat. Hal ini sejalan dengan pentingnya peranan nilai-nilai dalam system social sebagaimana dipahami oleh para fungsional. Durkheim mengartikan nilai sebagai “konsep kebaikan yang diterima secara umum” atau “kenyakinan yang mensahihkan keberadaan dan  pentingnya struktur social teetentu serta jenis perilaku tertentu yang ada dalam struktur social tersebut”.[5]
Perspektif sosiologis umum Durkheim ialah bahwa kehidupan social merupakan suatu tingkat realitas yang tidak dapat diinterprestasikan dalam hubungan dengan karateristik individu-individu. Ditegaskannya para sosiolog mempelajari fakta-fakta social, yakni fenomena yang ada terlepas dari individu-individu dan memasukkan pengaruh pengawasan atas mereka. Durkheim percaya bahwa fakta-fakta social hanya dapat dijelaskan dalam hubungan fakta-fakta social lainnya, dan ia menggunakan perspektif sosiologis ini dalam studi nya mengenai agama.
Agama adalah sesuatu yang terutama social, bukan psikologis. Agama muncul karena manusia hidup didalam masyarakat, dengan demikian mengembangkan kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dari akibat kehidupan kolektif mereka. Agama ada karena dapat memenuhi fungsi-fungsi social tertentu yang tak dapat depenuhi selain agama. Peranan utamanya, menurut Durkheim, ialah integrator kemasyarakatan. Agama mengikat orang-orang menjadi satu dengan mempersatukan mmasyarakat dalam kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Dengan demikian, agama membantu memelihara masyarakat atau kelompok sebagai suatu komunitas moral.[6]
                                                                                  







BAB. III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
1.      Berbagai tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang dipedomani oleh norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain tersebut dinamakan fakta social.
2.      Fakta sosial, menurut Durkheim, terdiri dari dua macam:
a.       bentuk materiel; yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang terbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world). Contohnya, arsitektur dan norma hukum.
b.      Bentuk nonmaterial; yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya, egoism, altruisme, dan opini.











DAFTAR PUTAKA
Paul Doyle Johnson, TEORY SOSIOLOGI KLASIK DAN MODEREN, PT Gramedia, Jakart, 1986
Ishomuddin, PENGANTAR SOSIOLOGI AGAMA, Ghalia Indonesia, Jakarta selatan,2002
Dadang khamad, SOIOLOGI AGAMA, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2002
Betty R.Scarf, SOSIOLOGI AGAMA,  terj. Machun Husein, Prenada Media, Jakarta Timur,2004.


[1] PAUL DOYLE JOHNSON, TEORI SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN, penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1986, hal 170-179

[2]Betty R.Scarf, SOSIOLOGI AGAMA,  terj. Machun Husein, Prenada Media, Jakarta Timur,2004. Hlm.. 18
[3]Ibid. Hlm. 39
[4] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 6.
[5] Dadang Kahmad, SOSIOLOGI AGAMA, penerbit: REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2002. Hlm. 58-59
[6]Ishomuddin, PENGHANTAR SOSIOLOGI AGAMA, penerbit: GHALIA INDONESIA, Jakarta, 2002. Hlm. 38