Sabtu, 03 Desember 2011

KONSEP “CINTA” MENURUT JALALUDDIN RUMI


    Setiap manusia tidak bisa lepas dari “cinta”. Cinta adalah anugerah terindah dari Allah swt bagi umatnya dimuka bumi ini. Cinta bisa dilakukan manusia lewat hubungan yang dijalinnya baik dengan sesama manusia yang sifatnya hubungan horizontal dan vertikal. Dalam konteks komunikasi organisasi hubungan horizontal adalah hubungan antar sesama karyawan, sedang hubungan vertikal adalah hubungan dengan atasan.
Namun dalam konteks tulisan ini hubungan horizontal yang dimaksud adalah hubungan antar sesama manusia (hablum minnanas) dan hubungan vertikal adalah hubungan dengan yang di atas – Allah swt (hablum minnallah).
    Dalam filsafat Islam dan Tasawuf pada umumnya memandang manusia terdiri dari dua substansi (M. Yasir Nasution; 2002, 2), yaitu: subtansi yang bersifat materi (badan) dan substansi yang bersifat immateri (jiwa), dan bahwa hakekat dari manusia adalah substansi immaterialnya. Ketinggian dan kesempurnaan manusia diperoleh dengan memfungsikan substansi immaterial itu, dengan jalan mempertajam daya-daya yang dimilikinya. Lebih lanjut dengan mengutip Spencer Trimingham M. Yasir Nasution menulis bahwa dengan subtansi immaterial ini, para sufi berusaha untuk mencapai tingkat kesempurnaan yang tertinggi sehingga mereka memperoleh pengetahuan tentang Hakekat Yang Tertinggi melalui al-Dzawq, daya yang terpenting di dalamnya, atau dapat “bersatu dengan-Nya”. Di dalam tasawuf, akal bukan merupakan daya yang terpenting karena usaha penyempurnaan diri di dalamnya bukanlah proses intelektual, melainkan penajaman daya-daya intuisi dan emosi.
Jalaluddin Rumi atau nama lengkapnya Maulana Jalaluddin Muhammad sebuah nama yg sudah tidak asing lagi ditelinga kita lahir pada tahun 1207 M di Balkhi, kota yang kini terletak di Afghanistan bagian utara dan ayahnya bernama Jalaluddin Baha’uddin Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Baha Walad. Sebelum Balkhi diserbu oleh tentara Mongol keluarga ini telah pindah dan akhirnya sampai di Anatolia Tengah dan kemudian menetap di Laranda (Karaman, saat ini Turki).(Anwar Holid; 2002, 9). Maulana Jalaluddin Muhammad yang lebih dikenal sebagai Jalaluddin Rumi meninggal pada tanggal 17 Desember 1273. Sepeninggalnya, Jalaluddin Rumi meninggalkan sejumlah karya yang luar biasa “Monumental”.
Jalaluddin Rumi sendiri sebetulnya tidak secara tersurat memberi makna terhadap konsep “cinta”. Namun dari karya-karyanya atau puisi-puisinya bisa kita rasakan ungkapan-ungkapan cintanya yang “tidak biasa”. “Bukan cinta biasa” tapi cinta Rumi menembus dinding langit melewati batas cakrawala pandang manusia. Ungkapan puisi cinta Rumi begitu menggebu-gebu meluluh-lantakkan dinding jiwa, menyatu tanpa batas ruang dan waktu. Tidak ada dua aku tetapi satu. Antara sang pecinta dan yang dicinta menjadi satu-padu. Kepasrahan total yang mengharu biru, gandrung-gandrung kapirangu. Tidak ada celah seujung rambutpun untuk membelah hati, menduakan hati dengan yang lainnya apapun bentuknya. Ungkapan puisi Rumi bagaikan seseorang yang merasakan dahaga yang tak tertahankan, haus – haus dan haus untuk meneguk nikmatnya cinta. Cinta yang tidak biasa. Siapapun orangnya yang sudah bisa merasakan dan mengalami “cinta” ini menjadilah mereka manusia “sempurna”.
     Maulana Jalaluddin Rumi telah melukiskan manusia Tuhan yang ideal, bebas dari keempat unsur yang membentuk dunia ciptaan, bebas dari kebutuhan-kebutuhan manusia normal yang terikat pada materi, yang bersemayam dengan tentram di dalam kerajaan Cinta yang abadi (Annemarie Schimmel; 2002, 170).
Berikut beberapa puisi yg dimaksud:
CANGKANG TELUR  RAGA
Jika kau ingin rasakan kegairahan,
Maka tinggalkan pikir, dan keluar dari cemas,
Kau seperti burung ganjil
dalam cangkang telur raga.
Kau tak bisa terbang karena kau di dalam telur.
Tapi ketika telur ini dihancurkan,
kau akan terbang bebas dan selamatkan sukmamu.
SAAT  BERKELANA
Malampun tiba,
saat untuk menyepi dan sendiri.
para pecinta mengarahkan wajah kebulan.
O, bulan para pemuja,
bulan itu tersenyum.
O para pejalan malam,
saatnya mulai mengayun langkah.
Tidur pun tiba,
Semua “aku-aku” dan “kami-kami” dilupakan.
Inilah waktu-tanpa-tidur
bagi mereka yang menerima Tuhan
Inti bagaikan gabah
bercampur dalam tubuh batang padi.
Begitu tubuh jatuh tertidur
Sang inti tinggal sendiri.
BUKALAH PINTUMU
Jika kau mau buka pintumu
untuk satu kesempatan saja,
kau akan melihat segalanya dan setiap orang
sebagai teman di rumahmu.
Pada saat itu, Jakub akan lihat anak lelakinya.
Pada saat itu, pramusaji minuman Kemanunggalan
akan melayani dikau dengan anggur mulia Tuhan.
Kecantikannya akan menunjukkan wajahnya dan berkata,
“Akulah dia yang melihat kamu, yang mencintaimu.
Karena kau tinarbuko terhadap restuku,
kau tak perlu takut pada apapun”.
Tak seorang pun di sini rasa iri
kepada pencapaian siapapun.
Di dalam kebun sukma, setiap orang bahagia.
MABUK KEMANUNGGALAN
Pakai akal sehatmu!
Kita adalah pemabuk kemanunggalan!
Ini hampir larut malam, datang lebih awal lain kali.
Di mana kau bilang kedai minummu?
Perhatikan baik-baik mabuk kami,
bila kau tak bingung atau pikun.
Tanyakan padanya: Di mana jubahmu?
Di mana sorbanmu?
Seorang anak berandal merebut sorbanmu,
yang lain menarik jubahmu, begitulah adanya.
Wajaqhmu lebih pucat ketimbang bulan.
Di mana pelindungmu?
Siapa mengurusi engkau?
Seorang asing datang, dan mulai lecehkan
kemabukan abadi.
Kenapa kau tak bergegas cari bantuan mereka?
Di mana keberanianmu?
Di mana kejantananmu?
O dia yang mengumbar kata-kata,
diamlah, jadilah seperti telinga yang mendengarkan saja.
Jangan sekedar menjadi tukang kata saja bagi orang banyak.
Di mana kegembiraanmu?
Di mana kata-katamu tentang luapan kegembiraan?
Puisi-puisi di atas diambil dari: RUBAIYAT TERLARANG RUMI, Syair terlarang tentang cinta, bida’ah, dan kemabukan karya Nevitt O. Ergin dan Will Johnson, 2006. Kemabukan adalah suasana kebahagiaan ruhaniah yang tertinggi. Itulah cinta sejati- sejatinya cinta. Tidak pernah akan mendua, dengan apapun, dimanapun dan kapanpun. Luar biasa.Puisi berikut yang diambilkan dari buku yang berjudul: DUNIA RUMI Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi karangan Annemarie Schimmel (2002, 214) melukiskan “Perasaan Cinta” yang dimaksud.
Melalui Cinta semua yang pahit menjadi manis,
Melalui Cinta semua tembaga akan menjadi emas.
Melalui Cinta segala ampas menjadi anggur paling murni;
Melalui Cinta semua penyakit berubah menjadi obat
Melalui Cinta yang mati menjadi hidup,
Melalui Cinta sang raja kembali menjadi seorang budak!
Barang siapa telah merasakan dan mengalami “kemabukan cinta” seperti tersebut di atas maka menjadilah ia “manusia sempurna” dimata Tuhannya. Jalaluddin Rumi melukiskan manusia sempurna ada dalam diri Syams. Inilah puisi yang dimaksud.
Manusia Tuhan mabuk tanpa anggur,
Manusia Tuhan kenyang tanpa daging daging panggang,
Manusia Tuhan sangat bingung, sangat kusut,
Manusia Tuhan tak perlu makan atau tidur.
Manusia Tuhan : Seorang raja dengan jubah darwis,
Manusia Tuhan : harta berharga di dalam debu.
Manusia Tuhan bukanlah udara atau pun tanah,
Manusia Tuhan, adalah samudera tak bertepi,
Manusia Tuhan hujan mutiara tanpa berawan.
Manusia Tuhan mempunyai ratusan bulan dan langit,
Manusia Tuhan mempunyai ratusan mentari yang bersinar.
Manusia Tuhan tahu melalui Kebenaran Ilahi,
Manusia Tuhan belajar tanpa buku-buku.
Manuisa Tuhan : bukan bid’ah juga bukan iman,
Manusia Tuhan tidak tahu yang salah atau benar.
Manusia Tuhan menunggang Bukan-Pengada, Lihat!
Manusia Tuhan datang kemari dengan suasana jaya.
Manusia Tuhan tersembunyi, Syams!
Manusia Tuhan : Engkau mencari dan menemukan dia, kekasih!
DAFTAR PUSTAKA
Ergin, Nevit O dan Johnson, Will. Rubaiyat Terlarang Rumi, Syair terlarang tentang cinta, bida’ah, dan kemabukan. Jakarta : PT. Elex         Media Komputindo, 2010.
Nasution, Muhammad Yasir. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar