Kamis, 01 Desember 2011

SAHAUM ( PUASA ) ASYURA


SAHAUM ( PUASA ) ASYURA
                Segala puji bagi Allah yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita. Saat ini kita akan memasuki bulan yang agung dan muli, bulan yang di dalamnya terdapat suatu kejadian yang salah satu bukti keekuasaan Allah. Pada salah satu di bulan ini Allah telah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kejaran fir’aun dan bala tentaranya, Allah berfirman  ( artinya ): “ Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” (Al Baqarah: 50 )
            Sungguh merupakan sebuah kenikmatan yang sangat besar dan merupakan tanda bahwa Allah senantiasa menolong para rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah berfirman ( artinya ): “sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriiman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi ( hari kiamat ).” (QS.Gafir: 51 )
            Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 10 muharram, maka sebagai wujud syukur atas nikmat yang diberikan Allah, Nabiyullah Musa bershaum pada hari tersebut. Shaum syura sendiri telah dilaksanakan kaum Quraisy dimasa jahiliyyah, sebagai mana hadist dari aisyah:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصومه
“Dahulu kaum Qurasy dimasa jahiliyyah shaum ( puasa ) pada hari ‘Asyura’ dan Rasulullah puasa pada  hari tersebut.” (HR.Al Bukhari no. 3554 )
            Begitu pula dengan bangsa yahudi, mereka telah melaksanakan puasa ‘asyura ketika nabi di Madinah, beliau mendapati orang-orang yahudi melaksanakan puasa tersebut. DIriwayatkan dari sahabat  Abdullah Ibnu Abbas, “ketika nabi tiba di Madinah beliau mendapti orang-orang yahudi berpus pada hari ‘Asyura, kemudian ditanya  (tentanp puasa mereka tersebut ), maka mereka menjawab: “Ini merupakan hari yang Allah memenangkan Musa dan bani israil atas fir’aun. Dan kami bershaum ( berpuasa ) pada hari ini untuk mengagunkannya.” Maka Rasulullah bersabda: “Kami lebih berhak terhadap musa daripada kalian.” Lalu beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa pada hari tersebut.” ( HR. Al Bukhari no. 3649 )
           
HUKUM PUASA ‘ASYURA’
            Pada permulaan hijrah ke Madinah kaum muslimin diwajibkan untuk berpuasa ‘Asyura’ sebagaimana hadist dari Abdullah ibnu Abbas diatas, ketika rasuluuah Rasulullah mendapati bangsa yahudi melaksanakan shaum ‘Asyura’:
نحن أولى بموسى منكم ثم أمر بصومه
“Kami lebih berhak terhadap Musa dari pada kalian”. Maka Rasulullah memerintahkan ( kaum muslimin ) untuk bershaum pada hari tersebut.
Dan dalam hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari darisahabat Salamah bin Al Akwa’: Nabi memerintahkan seorang laki-laki dari bani Aslam untuk mengumumkan kepada manusia: “Bahwa barang siapa yang telah makan hendaknya dia bershaum pada sisa hari di bulan tersebut, dan baranng siapa yang belum makan maka hendaknya dia bershaum karena hari ini adalah hari ‘Asyura’.”  (HR. Al Bukhari no. 1790 ). Kemudian kewajiban tersebut dihapus dengan turunnya perintah shaum Ramadhan sebagaimana ditegaskan dalam hadist Abdullah  Ibnu Umar
صام النبي صلى الله عليه وسلم عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك
“Nabi melaksanakan shaum ‘Asyura dan juga memerintahkan kaum muslimin untuk bershauum padahari tersebut. Maka ketika shaum ramadhan diwajibkan, sahum ‘Asyura ditinggalkan. ( HR.Al Bukhari no. 1759 ). Dan juga sebagai mana yang dikabarkan didalam hadist ‘Aisyah: “Dahulu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk bershaum pada hari ‘Asyura’. Namun ketika diwajibkan shaum Ramadhan, makaboleh bershaum bagi siapa saja yang menghendakinnya, dann boleh saja tidak berpuasa bagi yang tidak menghendakinya.” ( HR. Al Bukhari no. 1861 ). Dan dalamriwayat lain disebutkan:
فلما نزل رمضان كن رمضان الفريضة وترك عاشراء فكان من شاء صامه ومن شاء لم يصمه
“Maka ketika turun perintah shaum Ramadhan, maka shaum ramadhan menjadi suatu kewajiban dan ditinggalkan ( kewajiban )shaum ‘Asyura’. makaboleh bershaum bagi siapa saja yang menghendakinnya, dann boleh saja tidak berpuasa bagi yang tidak menghendakinya.”
Berdasakan hadist diatas-hadist diatas puasa ‘Asyura tidak lagi diwajibkan dengan datangnya peirntah shaum Ramadhan. Akan tetapi diyariatkan shaum ‘asyura dan hukumnya sunah.

KEUTAMAAN SHAUM ‘ASYURA’
Rasululllah ketika ditanya tentanng keutamaan shaum ‘asyura’ beliau bersabda:
يكفر السنة الما ضية
“Shaum ‘asyura’ itu dapat menghapuskan dosa-dosa yahun lalu.” ( H. Imam Muslim no.1162 ).
            Para ulama mengatakan bahwa yang dihapus adalah dosa-dosa yang kecil. Adapun dosa-dosa besar, tidak bis dihapus kecuali pelakunya bertaubat. Allah berfirman ( artinya ): “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” ( An Nisa’: 31 )
Kapan puasa ‘Asyura’ dilaksanakan?
            Puasa ‘Asyura’ dilaksanakan pada tanggal 10 muharram, hanya saja setelah Rasulullah mengetahuii hari tersebut adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, maka beliau memerintahkan umatnya untuk menyelisihi mereka, yaitu dengan bershaum ‘Asyura sehari sebelumya  ( tanggal 9 Muharram ). Sebagai mana hadist Abdullah ibnu Abbas:
صومو التا سع والعا شرو خالفو اليهود
“Bershaumlah kalian pada hari ke-9 dan ke-11 ( Muharram ) dan selisihilah yahudi.” ( HR. Al Baihaqi 4/287 ).
            Adapun tata cara bershaum ‘Asyura’ adalah shaum pada hari yang ke-10 Muharram dan yang lebih afdhal ( utama ) adalah pada hari ke-9, Sebagai mana sabda rasulullah saw. :
لئن بقيت إلى قا بل لأصومن التاسع
“Jika aku masih hidup smpai thun depan aku akan bershaum pada tanggal ke-9”. ( HR. Muslim no.1134, ).
Sehinnga pelak sanaan shaum ‘Asyra’ adalah sebagai berikut:
1.    Tanggal 10  Muharram saja
2.    Tanggal 9 dan 10 Muharram
3.    Tanggal 10 dan 11 Muharram.
Ada yang berpendapat bahwa berpuasa tanggal 9,10, dan 11 Muharram, namun ada yang lebih utama dari itu sumua adalah pada tanggal 9 dan 10 Muharram. (lihat Majmu’ fatwa asy syaikh ibn Baz dan Majmu’ Fatwa asy syaikh ibnu Utsaimin ).
Penutup
Para pembaca yang mulia, hendaklah kesempatan yang Allah berikan kepada kita dengan menjumpai bulan muharram nanti kita gunakan sebaik-baiknya, amalan shalih berupa shaum ‘Asyura’ kkita laksanakan hanya dengan mengharap keridhaan Allah semata.
            Semoga Allah menerima amal yang kita dan menjadikannya sebagai timbangan kebaikan kita di hari kiamat nanti.
-Amin yaRabbal ‘Alamin-
Fatwa ulama’ seputar shaum ‘Asyura’   
1.    Al-Lajnah lil Buhutsil Ilmiyah Wal Ifta’ ( Komisi Fatwa dan Riset Ilmiyah ) kerajaan Arab Saudi ketika ditanya apakah boleh Melaksanakan shaum ‘Asyura’ satu hari saja? Maka lembaga tersebut menjawab:
“Boleh-boleh saja melaksanaka shaum ‘Ayura’ satu hari saja. Namu yang lebih afdhal bershaum sehari sebelumnya (tanggal 9 Muharram ) atau sehari setelahnya ( tanggal 10 Muharram. Sebagai mana sabda Rasulullah : “Jika aku masih hidup smpai thun depan aku akan bershaum pada tanggal ke-9” , Ibnu Abbas berkata yakni besama hari yang ke 10 ( Fatwa no. 137000 ).
2.    Fadhilatusy syaikh Muhammad ibnu shalih Al Utsaimin ditanya tentang seseorang yang  telah datang hari ‘Asyura’ dalam keadaan haidh, apakah ada kaidah tentang mengganti amalan-amalan sunah dan yang tidak diganti?
Jawab: Amalan-amalan sunah ada dua jenis:
1.      Yang ada sebabnya
2.      Yang tidak ada sebabnya.
Maka yang ada sebabnya akan terlewatkan dengan berlalunya sebab dan tidak diganti, contohnya: Shalat tahiyyatul masjjid, ketika seseorang dating kemasjid dan duduk taklama kemudia ia ngin shalat tahiyyatul masjid, maka shalatnya bukan shalat tahiyyatul masjid, karena shalat tahiyyatul masjid adalah shalat yang ada sebabnya. Termasuk dalam jennies ini pula, yang Nampak shaum Arafah dan haum ‘Asyura’. Apabilantertinggal shaum Arafah dan shaum ‘Asyura’ tanpa ada sebab tidak perlu ragu lagi bahwa puasa tersebut tidakperlu diganti dan tidak bermanfaat biladia menggantinya. Adapun seseorang tertinggal dalam keadaan udzur seperti perempuan yang haidh, nifas, dan sakit, maka Nampak bahwasannya tidak perlu mengganti. Karena khusus pada hari tertentu, maka hukumya hilang dengan berlalunya hari itu. (fatwa fil Ahkamish shiyam no. 399 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar